MENCERMATI berita tentang Kejurnas Tinju Amatir yang dilaksanakan di Stadion Rondong Demang Tenggarong Kutai menyebutkan bahwa kondisi fisik dan stamina atlet tinju Jawa Barat merupakan penyebab utama kekalahan atlet tinju Jawa Barat di kerjurnas tersebut. Menurut Imam Sadikin atlet tinju Jawa Barat punya teknik yang relatif cukup baik, tetapi tidak didukung oleh kondisi fisik yang prima (dikutip dari Pikiran Rakyat, Rabu 22 Oktober 2003).
Dari uraian di atas tersebut menunjukkan betapa pentingnya peranan kondisi fisik yang prima untuk pencapaian prestasi puncak oleh seorang atlet. Untuk mencapai kondisi fisik yang prima diperlukan penerapan iptek di bidang olah raga. Dengan penerapan iptek tersebut maka program latihan dapat direncanakan dengan terukur, benar, cermat dan komprehensif. Oleh karena itu, sesuai dengan keinginan Jawa Barat untuk meraih posisi dua besar pada PON XVI di Palembang, diperlukan kesamaan pandangan dan keinginan yang kuat dari pengurus KONI, pembina, pelatih, atlet, dan unsur instansi terkait untuk menerapkan iptek olah raga pada pembinaan atlet yang akan dipersiapkan pada PON XVI tersebut.
Untuk menerapkan iptek olah raga dalam pembinaan atlet Pelatda PON Jawa Barat memerlukan dana yang relatif cukup besar. Sebagai contoh, dalam penyusunan program latihan yang didasarkan pada "periodisasi latihan" memerlukan pemeriksaan evaluasi fungsional oleh bidang sports medicine (tes medis) dan tes fisik. Adapun tes medis dan tes fisik sebaiknya dilaksanakan minimal 3 kali selama periode pelaksanaan latihan atlet Pelatda PON Jawa Barat. Tes pertama dilaksanakan pada awal setelah pembentukan tim pelatda. Tes ini bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik atlet dan merancang program latihan berikutnya. Tes kedua dilaksanakan setelah atlet melakukan latihan selama 2 - 3 bulan. Tes ini bermanfaat untuk mengetahui keberhasilan latihan serta untuk seleksi atlet yang akan dipersiapkan dalam mengikuti PON XVI di Palembang. Tes ketiga dilaksanakan 2-3 bulan menjelang pelaksanaan PON XVI di Palembang. Tes ini sangat bermanfaat untuk mengetahui kondisi fisik atlet setelah berlatih selama periode yang lalu, serta hasil tes ini dapat dimanfaatkan untuk memprediksi prestasi atlet Pelatda PON Jawa Barat dan untuk mengetahui komponen fisik yang masih perlu dioptimalkan.
Peran "sports medicine"
Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan sports medicine (tes medis), dapat direncanakan tahapan-tahapan latihan. Tahapan-tahapan latihan yang direncanakan dengan baik akan dapat menghindari prestasi puncak atlet yang dicapai sebelum dan sesudah pertandingan atau tidak tercapainya prestasi puncak atlet. Prestasi puncak seorang atlet yang dicapai sebelum pertandingan di PON XVI dapat disebabkan; atlet dilatih terlalu berat dengan takaran latihan yang tidak sesuai, memaksa atlet berprestasi puncak dalam waktu yang relatif cepat, tidak memberi waktu beristirahat untuk regenerasi fisik psikologis, dan jadwal uji coba yang terlalu berat dalam tahap prapertandingan atau tahap pertandingan utama. Sementara itu, prestasi puncak dicapai setelah pertandingan PON XVI usai dapat disebabkan latihan yang terlalu ringan atau persiapan yang kurang matang. Selain itu, dapat pula disebabkan program unloading tidak dirancang dengan tepat sehingga tahap overkonvensasi (prestasi puncak atlet) tidak muncul pada pertandingan utama pada waktu PON, tetapi muncul setelah usai pertandingan PON. Dari uraian di atas menunjukkan betapa pentingnya penahapan latihan atau periodisasi latihan dengan dukungan bidang sports medicine.
Periodisasi latihan dibagi dalam tiga tahap yaitu, tahap persiapan (yang terdiri dari tahap persiapan umum = TPU dan tahap persiapan khusus = TPK), tahap pertandingan (terdiri dari tahap pra-pertandingan = TPP, dan tahap pertandingan utama = TPUT) dan tahap transisi.
Tahap persiapan umum
Pada periode ini penekanan latihan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan (cardiovaskular endurance), kekuatan otot, kelentukan, dan meningkatkan kondisi psikologis atlet. Adapun volume latihan terdiri dari latihan fisik 60-70% dan taktik 30-40%. Intensitas latihan 60-70%. Lamanya latihan pada periode TPU berkisar 2-2,5 bulan.
Dosis latihan diukur di laboratorium oleh bidang sports medicine dengan menentukan denyut nadi maksimal setiap atlet, misalnya denyut nadi maksimal seorang atlet 180 x/menit maka dosis latihan untuk meningkatkan daya tahan jantung paru berkisar 75-85% x180x/menit = 135 - 152 x/menit. Setelah melakukan latihan selama 2 - 2,5 bulan diharapkan telah terjadi peningkatan daya tahan yang tercermin dari peningkatan kapasitas aerobik (VO2maks).
Adapun target kapasitas aerobik yang diinginkan sangat tergantung dari jenis olah raga yang diikuti oleh atlet, misalnya untuk atlet tenis minimal memiliki kapasitas aerobik (VO2maks) 65 ml/kg BB/menit, Bola Voli 60 ml/kg BB/menit. Selanjutnya dilakukan pengukuran kembali sebelum masuk ke tahap persiapan khusus untuk mengetahui apakah daya tahan (kapasitas aerobik) telah tercapai sesuai dengan kebutuhan cabang olah raga diikuti atlet.
Tahap persiapan khusus
Pada tahap persiapan khusus latihan ditujukan pada komponen fisik yang predominan untuk cabang olah raga yang diikuti seorang atlet, misalnya cabang olah raga tenis memerlukan latihan untuk meningkatkan daya tahan aerobik maupun anaerobik (stamina), kekuatan, power, kecepatan dan kelenturan. Olah raga tenis termasuk cabang olah raga predominan anaerobik dengan proporsi latihan sebagai berikut: 70% alaktasit, 20% laktasit, dan 10% aerobik. Apabila atlet tenis ingin meningkatkan kapasitas anaerobik alaktasit, dosis latihannya 90 - 100% x DNM (denyut nadi maksimal), dosis latihan untuk meningkatkan kapasitas anaerobik laktasit 85 - 90% x DNM dan dosis latihan untuk meningkatkan kapasitas aerobik 75 - 85% x DNM. (Bersambung).***
(Penulis Ketua BKU Ilmu Faal dan Kesehatan Olah Raga pada Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Ketua Sports Medicine KONI Jawa Barat, Ketua Ikatan Ahli Ilmu Faal Indonesia Cabang Bandung Jawa Barat)
Apabila atlet berlatih 10 kali dalam satu minggu, proporsi latihan sebagai berikut: 7 kali dalam satu minggu latihan untuk meningkatkan kapasitas anaerobik alaktasit, 2 kali dalam satu minggu latihan untuk meningkatkan kapasitas anaerobik, dan satu kali dalam satu minggu untuk mempertahankan kapasitas aerobik yang telah dicapai pada waktu TPU.
Pada tahap ini pula dilatih power, kecepatan, aqilitas. Pada akhir TPK mulai dilatih daya tahan otot. Lama latihan pada TPK berkisar 2 - 2,5 bulan. Pada periode ini frekuensi latihan untuk meningkatkan kemampuan teknik dan taktik ditingkatkan, uji coba kecil-kecilan dapat dilakukan 2 - 3 minggu terakhir periode TPK. Proporsi latihan pada TPK sebagai berikut : latihan fisik 15% latihan teknik 50%, latihan taktik 25% dan uji coba 10%.
Pada periode ini para pelatih perlu memerhatikan latihan mental yang spesifik untuk setiap cabang olah raga agar atlet tetap memiliki motivasi, konsentrasi, dan semangat tinggi, dll.
Tahap pertandingan
Tahap pertandingan terdiri dari tahap pra-pertandingan (TPP) dan tahap pertandingan utama (TPUT). Pada periode ini tujuan latihan untuk menyempurnakan kondisi fisik, teknik, dan taktik. Latihan fisik pada periode ini bertujuan untuk mempertahankan kondisi fisik yang telah dilatih pada periode sebelumnya. Pada periode TPP volume latihan meningkat 85% dan uji coba dilakukan pada akhir TPP. Lama latihan dilakukan selama 2 - 2,5 bulan.
Tahap latihan berikutnya yaitu tahap pertandingan utama yang dilaksanakan selama 2 - 3 bulan.
Sebelum merencanakan latihan pada TPUT sebaiknya dilakukan tes medis untuk mengetahui kondisi fisik atlet, memprediksi prestasi atlet dan menyempurnakan komponen fisik yang belum maksimal. Pada periode ini latihan fisik ditujukan untuk pemeliharaan kondisi fisik, intensitas latihan 80 - 90% dan dilakukan uji coba.
Proporsi latihan sebagai berikut: latihan fisik 10%, latihan taktik 65% dan ujicoba 25%. Pada periode ini latihan psikologis bertujuan agar atlet memiliki mental juara. Dua minggu menjelang pertandingan utama di PON XVI di Palembang intensitas latihan di turunkan dan 3 - 4 minggu sebelum menjelang pertandingan utama PON XVI tidak dilakukan lagi uji coba
Tahap transisi
Pada tahap ini atlet diberi istirahat 1 - 2 minggu sesudah PON selesai dan sesudah itu atlet memulai latihan dalam menghadapi pertandingan berikutnya. Atlet pada periode ini dapat melakukan kegiatan pada cabang olah raga lain yang sifatnya untuk menghilangkan kejenuhan di cabang olah raga yang diikuti atlet.
Tahap "unloading"
Tahap unloading yaitu tahap penurunan intensitas latihan dan biasanya dilakukan 1 - 2 minggu sebelum PON XVI dilaksanakan. Tujuan tahap unloading agar terjadi regenerasi fungsi organ tubuh dan psikologis sehingga diharapkan atlet berada pada overkonvensasi (pada prestasi puncak) tepat pada waktu pertandingan (prestasi puncak atlet tepat pada waktu PON dilaksanakan). Satu minggu menjelang pertandingan PON XVI latihan weight training, harus dihentikan dan dua hari sebelum pertandingan PON XVI latihan dilakukan dengan intensitas rendah dan singkat.
Selama bulan Puasa
Agar atlet dapat melakukan ibadah puasa selama bulan suci Ramadan, sebaiknya program latihan disesuaikan dengan kondisi atlet. Pelaksanaan latihan pada pagi hari ditujukan untuk meningkatkan kemampuan teknik dan taktik, sedangkan pada sore hari sekira dua jam menjelang berbuka puasa dapat melakukan latihan fisik.
Tujuan latihan fisik di sini untuk mempertahankan kondisi fisik sebelumnya dan sebaiknya latihan fisik tidak ditujukan untuk meningkatkan kondisi fisik atlet. Hal ini perlu diperhatikan untuk menghindari atlet kekurangan cairan yang dapat merangsang rasa haus yang berlebihan.
Kesimpulan
Dengan waktu yang masih tersisa menjelang PON XVI di Palembang sesuai dengan kebulatan tekad Tim Pelatda "Maung Siliwangi", untuk meraih posisi dua besar, maka seluruh masyarakat Jawa Barat, Pemda Jawa Barat, DPRD Jawa Barat, jajaran pengurus KONI Jawa Barat, pembina, pelatih, atlet beserta unsur-unsur terkait agar tetap mendukung pelaksanaan program latihan yang berdasarkan penerapan iptek olah raga yang sesuai dengan periodisasi latihan. (Penulis Ketua BKU Ilmu Faal dan Kesehatan Olah Raga pada Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Ketua Sports Medicine KONI Jawa Barat, Ketua Ikatan Ahli Ilmu Faal Indonesia Cabang Bandung Jawa Barat)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar